Thursday, March 25

Mengenal Makanan Haram

Mengenal Makanan Haram
March 27th, 2009
Goto comments Leave a comment


KUNJUNGI JUGA : http://www.blog17819-17820.blogspot.com/

babiguling2Islam memerintahkan kepada pemeluknya untuk memilih makanan yang halal serta menjauhi makanan haram. Rasulullah bersabda: “Dari Abu Hurairah ra berkata : Rasulullah saw bersabda: ” Sesungguhnya Allah baik tidak menerima kecuali hal-hal yang baik, dan sesungguhnya Allah memerintahkan kepada orang-orang mu’min sebagaimana yang diperintahkan kepada para rasul, Allah berfirman: “Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang shaleh. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”


Dan firmanNya yang lain: “Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu” Kemudian beliau mencontohkan seorang laki-laki, dia telah menempuh perjalanan jauh, rambutnya kusut serta berdebu, ia menengadahkan kedua tangannya ke langit: Yaa Rabbi ! Yaa Rabbi ! Sedangkan ia memakan makanan yang haram, dan pakaiannya yang ia pakai dari harta yang haram, dan ia meminum dari minuman yang haram, dan dibesarkan dari hal-hal yang haram, bagaimana mungkin akan diterima do’anya”. (HR Muslim no. 1015).

Jenis Makanan HARAM:

1. BANGKAI

Yaitu hewan yang mati bukan karena disembelih atau diburu. Hukumnya jelas haram dan bahaya yang ditimbulkannya bagi agama dan badan manusia sangat nyata, sebab pada bangkai terdapat darah yang mengendap sehingga sangat berbahaya bagi kesehatan. Bangkai ada beberapa macam sbb :

A. Al-Munkhaniqoh yaitu hewan yang mati karena tercekik baik secara sengaja atau tidak.

B. Al-Mauqudhah yaitu hewan yang mati karena dipukul dengan alat/benda keras hingga mati olehnya atau disetrum dengan alat listrik.

C. Al-Mutaraddiyah yaitu hewan yang mati karena jatuh dari tempat tinggi atau jatuh ke dalam sumur sehingga mati.

D. An-Nathihah yaitu hewan yang mati karena ditanduk oleh hewan lainnya (lihat Tafsir Al-Qur’an Al-Adzim 3/22 oleh Imam Ibnu Katsir).

Sekalipun bangkai haram hukumnya tetapi ada yang dikecualikan yaitu bangkai ikan dan belalang berdasarkan hadits:

“Dari Ibnu Umar berkata: ” Dihalalkan untuk dua bangkai dan dua darah. Adapun dua bangkai yaitu ikan dan belalang, sedang dua darah yaitu hati dan limpa.” (Shahih. Lihat Takhrijnya dalam Al-Furqan hal 27 edisi 4/Th.11)

Rasululah juga pernah ditanya tentang air laut, maka beliau bersabda:

“Laut itu suci airnya dan halal bangkainya.”: (Shahih. Lihat Takhrijnya dalam Al-Furqan 26 edisi 3/Th 11) Syaikh Muhammad Nasiruddin Al–Albani berkata dalam Silsilah As-Shahihah (no.480): “Dalam hadits ini terdapat faedah penting yaitu halalnya setiap bangkai hewan laut sekalipun terapung di atas air (laut)? Beliau menjawab: “Sesungguhnya yang terapung itu termasuk bangkainya sedangkan Rasulullah bersabda: “Laut itu suci airnya dan halal bangkainya” (HR. Daraqutni: 538).

Adapun hadits tentang larangan memakan sesuatu yang terapung di atas laut tidaklah shahih. (Lihat pula Al-Muhalla (6/60-65) oleh Ibnu Hazm dan Syarh Shahih Muslim (13/76) oleh An-Nawawi).

2. DARAH

Yaitu darah yang mengalir sebagaimana dijelaskan dalam ayat lainnya:

“Atau darah yang mengalir” (QS. Al-An’Am: 145) Demikianlah dikatakan oleh Ibnu Abbas dan Sa’id bin Jubair. Diceritakan bahwa orang-orang jahiliyyah dahulu apabila seorang diantara mereka merasa lapar, maka dia mengambil sebilah alat tajam yang terbuat dari tulang atau sejenisnya, lalu digunakan untuk memotong unta atau hewan yang kemudian darah yang keluar dikumpulkan dan dibuat makanan/minuman. Oleh karena itulah, Allah mengharamkan darah pada umat ini. (Lihat Tafsir Ibnu Katsir 3/23-24).

Sekalipun darah adalah haram, tetapi ada pengecualian yaitu hati dan limpa berdasarkan hadits Ibnu Umar di atas tadi. Demikian pula sisa-sisa darah yang menempel pada daging atau leher setelah disembelih.Semuanya itu hukumnya halal.

Syaikul Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan: “Pendapat yang benar, bahwa darah yang diharamkan oleh Allah adalah darah yang mengalir. Adapun sisa darah yang menempel pada daging, maka tidak ada satupun dari kalangan ulama’ yang mengharamkannya”. (Dinukil dari Al-Mulakhas Al-Fiqhi 2/461 oleh Syaikh Dr. Shahih Al-Fauzan).

3. DAGING BABI

Babi baik peliharaan maupun liar, jantan maupun betina. Dan mencakup seluruh anggota tubuh babi sekalipun minyaknya. Tentang keharamannya, telah ditandaskan dalam al-Qur’an, hadits dan ijma’ ulama.

4. SEMBELIHAN UNTUK SELAIN ALLAH

Yakni setiap hewan yang disembelih dengan selain nama Allah hukumnya haram, karena Allah mewajibkan agar setiap makhlukNya disembelih dengan nama-Nya yang mulia. Oleh karenanya, apabila seorang tidak mengindahkan hal itu bahkan menyebut nama selain Allah baik patung, taghut, berhala dan lain sebagainya , maka hukum sembelihan tersebut adalah haram dengan kesepakatan ulama.

5. HEWAN YANG DITERKAM BINATANG BUAS

Yakni hewan yang diterkam oleh harimau, serigala atau anjing lalu dimakan sebagiannya kemudia mati karenanya, maka hukumnya adalah haram sekalipun darahnya mengalir dan bagian lehernya yang kena. Semua itu hukumnya haram dengan kesepakatan ulama. Orang-orang jahiliyah dulu biasa memakan hewan yang diterkam oleh binatang buas baik kambing, unta,sapi dsb, maka Allah mengharamkan hal itu bagi kaum mukminin.

Adapun hewan yang diterkam binatang buasa apabila dijumpai masih hidup (bernyawa) seperti kalau tangan dan kakinya masih bergerak atau masih bernafas kemudian disembelih secara syar’i, maka hewan tersebut adalah halal karena telah disembelih secara halal.

6. BINATANG BUAS BERTARING

Hal ini berdasarkan hadits : “Dari Abu Hurairah dari Nabi saw bersabda: “Setiap binatang buas yang bertaring adalah haram dimakan” (HR. Muslim no. 1933)

Perlu diketahui bahwa hadits ini mutawatir sebagaimana ditegaskan Imam Ibnu Abdil Barr dalam At-Tamhid (1/125) dan Ibnu Qoyyim Al-Jauziyah dalam I’lamul Muwaqqi’in (2/118-119) Maksudnya “dziinaab” yakni binatang yang memiliki taring atau kuku tajam untuk melawan manusia seperti serigala, singa,anjing, macan tutul, harimau,beruang,kera dan sejenisnya. Semua itu haram dimakan”. (Lihat Syarh Sunnah (11/234) oleh Imam Al-Baghawi).

Hadits ini secara jelas menunjukkan haramnya memakan binatang buas yang bertaring bukan hanya makruh saja. Pendapat yang menyatakan makruh saja adalah pendapat yang salah. (lihat At-Tamhid (1/111) oleh Ibnu Abdil Barr, I’lamul Muwaqqi’in (4-356) oleh Ibnu Qayyim dan As-Shahihah no. 476 oleh Al-Albani.

Imam Ibnu Abdil Barr juga mengatakan dalam At-Tamhid (1/127): “Saya tidak mengetahui persilanganpendapat di kalangan ulama kaum muslimin bahwa kera tidak boleh dimakan dan tidak boleh dijual karena tidak ada manfaatnya. Dan kami tidak mengetahui seorang ulama’pun yang membolehkan untuk memakannya. Demikianpula anjing,gajah dan seluruh binatang buas yang bertaring. Semuanya sama saja bagiku (keharamannya). Dan hujjah adalah sabda Nabi saw bukan pendapat orang….”.

Para ulama berselisih pendapat tentang musang. Apakah termasuk binatang buas yang haram ataukah tidak ? Pendapat yang rajih bahwa musang adalah halal sebagaimana pendapat Imam Ahmad dan Syafi’i berdasarkan hadits :

“Dari Ibnu Abi Ammar berkata: Aku pernah bertanya kepada Jabir tentang musang, apakah ia termasuk hewan buruan ? Jawabnya: “Ya”. Lalu aku bertanya: apakah boleh dimakan ? Beliau menjawab: Ya. Aku bertanya lagi: Apakah engkau mendengarnya dari Rasulullah ? Jawabnya: Ya. (Shahih. HR. Abu Daud (3801), Tirmidzi (851), Nasa’i (5/191) dan dishahihkan Bukhari, Tirmidzi, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, Al-Hakim, Al- Baihaqi, Ibnu Qoyyim serta Ibnu Hajar dalam At-Talkhis Habir (1/1507).

Lantas apakah hadits Jabir ini bertentangan dengan hadits larangan di atas? ! Imam Ibnu Qoyyim menjelaskan dalam I’lamul Muwaqqi’in (2/120) bahwa tidak ada kontradiksi antara dua hadits di atas. Sebab musang tidaklah termasuk kategori binatang buas, baik ditinjau dari segi bahasa maupun segi urf (kebiasaan) manusia. Penjelasan ini disetujui oleh Al-Allamah Al-Mubarakfuri dalam Tuhfatul Ahwadzi (5/411) dan Syaikh Muhammad Nasiruddin Al-Albani dalam At-Ta’liqat Ar-Radhiyyah (3-28)

7. BURUNG YANG BERKUKU TAJAM

Hal ini berdasarkan hadits : Dari Ibnu Abbas berkata: “Rasulullah melarang dari setiap hewan buas yang bertaring dan berkuku tajam” (HR Muslim no. 1934)

Imam Al-Baghawi berkata dalam Syarh Sunnah (11/234): “Demikian juga setiap burung yang berkuku tajam seperti burung garuda, elang dan sejenisnya”. Imam Nawawi berkata dalam Syarh Shahih Muslim 13/72-73: “Dalam hadits ini terdapat dalil bagi madzab Syafi’i, Abu Hanifah, Ahmad, Daud dan mayoritas ulama tentang haramnya memakan binatang buas yang bertaring dan burung yang berkuku tajam.”

8. KHIMAR AHLIYYAH (KELEDAI JINAK)

Hal ini berdasarkan hadits:

“Dari Jabir berkata: “Rasulullah melarang pada perang khaibar dari (makan) daging khimar dan memperbolehkan daging kuda”. (HR Bukhori no. 4219 dan Muslim no. 1941) dalam riwayat lain disebutkan begini : “Pada perang Khaibar, mereka menyembelih kuda, bighal dan khimar. Lalu Rasulullah melarang dari bighal dan khimar dan tidak melarang dari kuda. (Shahih. HR Abu Daud (3789), Nasa’i (7/201), Ahmad (3/356), Ibnu Hibban (5272), Baihaqi (9/327), Daraqutni (4/288-289) dan Al-Baghawi dalam Syarhu Sunnah no. 2811).

Dalam hadits di atas terdapat dua masalah :

Pertama : Haramnya keledai jinak. Ini merupakan pendapat jumhur ulama dari kalangan sahabat, tabi’in dan ulama setelah mereka berdasarkan hadits-hadits shahih dan jelas seperti di atas. Adapaun keledai liar, maka hukumnya halal dengan kesepakatan ulama. (Lihat Sailul Jarrar (4/99) oleh Imam Syaukani).

Kedua : Halalnya daging kuda. Ini merupakan pendapat Zaid bin Ali, Syafi’i, Ahmad, Ishaq bin Rahawaih dan mayoritass ulama salaf berdasarkan hadits-hadits shahih dan jelas di atas. Ibnu Abi Syaiban meriwayatkan dengan sanadnya yang sesuai syarat Bukhari Muslim dari Atha’ bahwa beliau berkata kepada Ibnu Juraij: ” Salafmu biasa memakannya (daging kuda)”. Ibnu Juraij berkata: “Apakah sahabat Rasulullah ? Jawabnya : Ya. (Lihat Subulus Salam (4/146-147) oleh Imam As-Shan’ani).

9. AL-JALLALAH

Hal ini berdasarkan hadits :
“Dari Ibnu Umar berkata: Rasulullah melarang dari jalalah unta untuk dinaiki. (HR. Abu Daud no. 2558 dengan sanad shahih).

“Dalam riwayat lain disebutkan: Rasulullah melarang dari memakan jallalah dan susunya.” (HR. Abu Daud : 3785, Tirmidzi: 1823 dan Ibnu Majah: 3189).

“Dari Amr bin Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya berkata: Rasulullah melarang dari keledai jinak dan jalalah, menaiki dan memakan dagingnya”(HR Ahmad (2/219) dan dihasankan Al-Hafidz dalam Fathul Bari 9/648).

Maksud Al-Jalalah yaitu setiap hewan baik hewan berkaki empat maupun berkaki dua-yang makanan pokoknya adalah kotoran-kotoran seperti kotoran manuasia/hewan dan sejenisnya. (Fahul Bari 9/648). Ibnu Abi Syaiban dalam Al-Mushannaf (5/147/24598) meriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa beliau mengurung ayam yang makan kotoran selama tiga hari. (Sanadnya shahih sebagaimana dikatakan Al-Hafidz dalam Fathul Bari 9/648).

Al-Baghawi dalam Syarh Sunnah (11/254) juga berkata: “Kemudian menghukumi suatu hewan yang memakan kotoran sebagai jalalah perlu diteliti. Apabila hewan tersebut memakan kotoran hanya bersifat kadang-kadang, maka ini tidak termasuk kategori jalalah dan tidak haram dimakan seperti ayam dan sejenisnya…”

Hukum jalalah haram dimakan sebagaimana pendapat mayoritas Syafi’iyyah dan Hanabilah. Pendapat ini juga ditegaskan oleh Ibnu Daqiq Al-’Ied dari para fuqaha’ serta dishahihkan oleh Abu Ishaq Al-Marwazi, Al-Qoffal, Al-Juwaini, Al-Baghawi dan Al-Ghozali. (Lihat Fathul Bari (9/648) oleh Ibnu Hajar).

Sebab diharamkannya jalalah adalah perubahan bau dan rasa daging dan susunya. Apabila pengaruh kotoran pada daging hewan yang membuat keharamannya itu hilang, maka tidak lagi haram hukumnya, bahkan hukumnya hahal secara yakin dan tidak ada batas waktu tertentu. Al-Hafidz Ibnu Hajar menjelaskan (9/648): “Ukuran waktu boelhnya memakan hewan jalalah yaitu apabila bau kotoran pada hewan tersebut hilang dengan diganti oleh sesuatu yang suci menurut pendapat yang benar.”. Pendapat ini dikuatkan oleh imam Syaukani dalam Nailul Authar (7/464) dan Al-Albani dan At-Ta’liqat Ar-Radhiyyah (3/32).

10. AD-DHAB (HEWAN SEJENIS BIAWAK) BAGI YANG MERASA JIJIK DARINYA

Berdasarkan hadits: “Dari Abdur Rahman bin Syibl berkata: Rasulullah melarang dari makan dhab (hewan sejenis biawak). (Hasan. HR Abu Daud (3796), Al-Fasawi dalam Al-Ma’rifah wa Tarikh (2/318), Baihaqi (9/326) dan dihasankan Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam Fathul Bari (9/665) serta disetujui oleh Al-Albani dalam As-Shahihah no. 2390).

Benar terdapat beberapa hadits yang banyak sekali dalam Bukhari Muslim dan selainnya yang menjelaskan bolehnya makan dhob baik secara tegas berupa sabda Nabi maupun taqrir (persetujuan Nabi). Diantaranya , Hadits Abdullah bin Umar secara marfu’ (sampai pada nabi) “Dhab, saya tidak memakannya dan saya juga tidak mengharamkannya.” (HR Bukhari no.5536 dan Muslim no. 1943)

11. HEWAN YANG DIPERINTAHKAN AGAMA SUPAYA DIBUNUH

“Dari Aisyah berkata: Rasulullah bersabda: Lima hewan fasik yang hendaknya dibunuh, baik di tanah halal maupun haram yaitu ular, tikus, anjing hitam. ” (HR. Muslim no. 1198 dan Bukhari no. 1829 dengan lafadz “kalajengking: gantinya “ular” )

Imam ibnu Hazm mengatakan dalam Al-Muhalla (6/73-74): “Setiap binatang yang diperintahkan oleh Rasulullah supaya dibunuh maka tidak ada sembelihan baginya, karena Rasulullah melarang dari menyia-nyiakan harta dan tidak halal membunuh binatang yang dimakan” (Lihat pula Al-Mughni (13/323) oleh Ibnu Qudamah dan Al-Majmu’ Syarh Muhadzab (9/23) oleh Nawawi).

“Dari Ummu Syarik berkata bahwa Nabi memerintahkan supaya membunuh tokek/cecak” (HR. Bukhari no. 3359 dan Muslim 2237). Imam Ibnu Abdil Barr berkata dalam At-Tamhid (6/129)” “Tokek/cecak telah disepakati keharaman memakannya”.

12. HEWAN YANG DILARANG UNTUK DIBUNUH

“Dari Ibnu Abbas berkata: Rasulullah melarang membunuh 4 hewan : semut, tawon, burung hud-hud dan burung surad. ” (HR Ahmad (1/332,347), Abu Daud (5267), Ibnu Majah (3224), Ibnu Hibban (7/463) dan dishahihkan Baihaqi dan Ibnu Hajar dalam At-Talkhis 4/916). Imam Syafi’i dan para sahabatnya mengatakan: “Setiap hewan yang dilarang dibunuh berarti tidak boleh dimakan, karena seandainya boleh dimakan, tentu tidak akan dilarang membunuhnya.” (Lihat Al-Majmu’ (9/23) oleh Nawawi).

Haramnya hewan-hewan di atas merupakan pendapat mayoritas ahli ilmu sekalipun ada perselisihan di dalamnya kecuali semut, nampaknya disepakati keharamannya. (Lihat Subul Salam 4/156, Nailul Authar 8/465-468, Faaidhul Qadir 6/414 oleh Al-Munawi). “Dari Abdur Rahman bin Utsman Al-Qurasyi bahwasanya seorang tabib pernah bertanya kepada Rasulullah tentang kodok/katak dijadikan obat, lalu Rasulullah melarang membunuhnya. (HR Ahmad (3/453), Abu Daud (5269), Nasa’i (4355), Al-Hakim (4/410-411), Baihaqi (9/258,318) dan dishahihkan Ibnu Hajar dan Al-Albani).

Haramnya katak secara mutlak merupakan pendapat Imam Ahmad dan beberapa ulama lainnya serta pendapat yang shahih dari madzab Syafe’i. Al-Abdari menukil dari Abu Bakar As-Shidiq, Umar, Utsman dan Ibnu Abbas bahwa seluruh bangkai laut hukumnya halal kecuali katak (lihat pula Al-Majmu’ (9/35) , Al-Mughni (13/345), Adhwaul Bayan (1/59) oleh Syaikh As-Syanqithi, Aunul Ma’bud (14/121) oleh Adzim Abadi dan Taudhihul Ahkam (6/26) oleh Al-Bassam)

13. BINATANG YANG HIDUP DI 2 (DUA) ALAM

Sejauh ini BELUM ADA DALIL dari Al Qur’an dan hadits yang shahih yang menjelaskan tentang haramnya hewan yang hidup di dua alam (laut dan darat). Dengan demikian binatang yang hidup di dua alam dasar hukumnya “asal hukumnya adalah halal kecuali ada dalil yang mengharamkannya.

Berikut contoh beberapa dalil hewan hidup di dua alam :

KEPITING – hukumnya HALAL sebagaimana pendapat Atha’ dan Imam Ahmad.(Lihat Al-Mughni 13/344 oleh Ibnu Qudamah dan Al-Muhalla 6/84 oleh Ibnu Hazm).

KURA-KURA dan PENYU – juga HALAL sebagaimana madzab Abu Hurairah, Thawus, Muhammad bin Ali, Atha’, Hasan Al-Bashri dan fuqaha’ Madinah. (Lihat Al-Mushannaf (5/146) Ibnu Abi Syaibah dan Al-Muhalla (6/84).

ANJING LAUT – juga HALAL sebagaimana pendapat imam Malik, Syafe’i, Laits, Syai’bi dan Al-Auza’i (lihat Al-Mughni 13/346).

KATAK/KODOK – hukumnya HARAM secara mutlak menurut pendapt yang rajih karena termasuk hewan yang dilarang dibunuh sebagaimana penjelasan di atas.


TUGAS DARI : pak gunawan

Kisah Nabi Muhammad saw.

Kisah Nabi Muhammad saw.

Maret 30, 2007


KUNJUNGI JUGA : http://www.blog17819-17820.blogspot.com/

Semasa umat manusia dalam kegelapan dan suasana jahiliyyah, lahirlah seorang bayi pada 12 Rabiul Awal tahun Gajah di Makkah. Bayi yang dilahirkan bakal membawa perubahan besar bagi sejarah peradaban manusia. Bapa bayi tersebut bernama Abdullah bin Abdul Mutallib yang telah wafat sebelum baginda dilahirkan iaitu sewaktu baginda 7 bulan dalam kandungan ibu. Ibunya bernama Aminah binti Wahab. Kehadiran bayi itu disambut dengan penuh kasih sayang dan dibawa ke ka’abah, kemudian diberikan nama Muhammad, nama yang belum pernah wujud sebelumnya.



Selepas itu Muhammad disusukan selama beberapa hari oleh Thuwaiba, budak suruhan Abu Lahab sementara menunggu kedatangan wanita dari Banu Sa’ad. Adat menyusukan bayi sudah menjadi kebiasaan bagi bangsawan-bangsawan Arab di Makkah. Akhir tiba juga wanita dari Banu Sa’ad yang bernama Halimah bin Abi-Dhuaib yang pada mulanya tidak mahu menerima baginda kerana Muhammad seorang anak yatim. Namun begitu, Halimah membawa pulang juga Muhammad ke pedalaman dengan harapan Tuhan akan memberkati keluarganya. Sejak diambilnya Muhammad sebagai anak susuan, kambing ternakan dan susu kambing-kambing tersebut semakin bertambah. Baginda telah tinggal selama 2 tahun di Sahara dan sesudah itu Halimah membawa baginda kembali kepada Aminah dan membawa pulang semula ke pedalaman.

Kisah Dua Malaikat dan Pembedahan Dada Muhammad

Pada usia dua tahun, baginda didatangi oleh dua orang malaikat yang muncul sebagai lelaki yang berpakaian putih. Mereka bertanggungjawab untuk membedah Muhammad. Pada ketika itu, Halimah dan suaminya tidak menyedari akan kejadian tersebut. Hanya anak mereka yang sebaya menyaksikan kedatangan kedua malaikat tersebut lalu mengkhabarkan kepada Halimah. Halimah lantas memeriksa keadaan Muhammad, namun tiada kesan yang aneh ditemui.

Muhammad tinggal di pedalaman bersama keluarga Halimah selama lima tahun. Selama itu baginda mendapat kasih sayang, kebebasan jiwa dan penjagaan yang baik daripada Halimah dan keluarganya. Selepas itu baginda dibawa pulang kepada datuknya Abdul Mutallib di Makkah.

Datuk baginda, Abdul Mutallib amat menyayangi baginda. Ketika Aminah membawa anaknya itu ke Madinah untuk bertemu dengan saudara-maranya, mereka ditemani oleh Umm Aiman, budak suruhan perempuan yang ditinggalkan oleh bapa baginda. Baginda ditunjukkan tempat wafatnya Abdullah serta tempat dia dikuburkan.

Sesudah sebulan mereka berada di Madinah, Aminah pun bersiap sedia untuk pulang semula ke Makkah. Dia dan rombongannya kembali ke Makkah menaiki dua ekor unta yang memang dibawa dari Makkah semasa mereka datang dahulu. Namun begitu, ketika mereka sampai di Abwa, ibunya pula jatuh sakit dan akhirnya meninggal dunia lalu dikuburkan di situ juga.
Muhammad dibawa pulang ke Makkah oleh Umm Aiman dengan perasaan yang sangat sedih. Maka jadilah Muhammad sebagai seorang anak yatim piatu. Tinggallah baginda dengan datuk yang dicintainya dan bapa-bapa saudaranya.

“Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungimu. Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung lalu Dia memberikan petunjuk” (Surah Ad-Dhuha, 93: 6-7)

Abdul Mutallib Wafat

Kegembiraannya bersama datuk baginda tidak bertahan lama. Ketika baginda berusia lapan tahun, datuk baginda pula meninggal dunia. Kematian Abdul Mutallib menjadi satu kehilangan besar buat Bani Hashim. Dia mempunyai keteguhan hati, berwibawa, pandangan yang bernas, terhormat dan berpengaruh dikalangan orang Arab. Dia selalu menyediakan makanan dan minuman kepada para tetamu yang berziarah dan membantu penduduk Makkah yang dalam kesusahan.
Muhammad diasuh oleh Abu Talib

Selepas kewafatan datuk baginda, Abu Talib mengambil alih tugas bapanya untuk menjaga anak saudaranya Muhammad. Walaupun Abu Talib kurang mampu berbanding saudaranya yang lain, namun dia mempunyai perasaan yang paling halus dan terhormat di kalangan orang-orang Quraisy.Abu Talib menyayangi Muhammad seperti dia menyayangi anak-anaknya sendiri. Dia juga tertarik dengan budi pekerti Muhammad yang mulia.

Pada suatu hari, ketika mereka berkunjung ke Syam untuk berdagang sewaktu Muhammad berusia 12 tahun, mereka bertemu dengan seorang rahib Kristian yang telah dapat melihat tanda-tanda kenabian pada baginda. Lalu rahib tersebut menasihati Abu Talib supaya tidak pergi jauh ke daerah Syam kerana dikhuatiri orang-orang Yahudi akan menyakiti baginda sekiranya diketahui tanda-tanda tersebut. Abu Talib mengikut nasihat rahib tersebut dan dia tidaak banyak membawa harta dari perjalanan tersebut. Dia pulang segera ke Makkah dan mengasuh anak-anaknya yang ramai. Muhammad juga telah menjadi sebahagian dari keluarganya. Baginda mengikut mereka ke pekan-pekan yang berdekatan dan mendengar sajak-sajak oleh penyair-penyair terkenal dan pidato-pidato oleh penduduk Yahudi yang anti Arab.

Baginda juga diberi tugas sebagai pengembala kambing. Baginda mengembala kambing keluarganya dan kambing penduduk Makkah. Baginda selalu berfikir dan merenung tentang kejadian alam semasa menjalankan tugasnya. Oleh sebab itu baginda jauh dari segala pemikiran manusia nafsu manusia duniawi. Baginda terhindar daripada perbuatan yang sia-sia, sesuai dengan gelaran yang diberikan iaitu “Al-Amin”.

Selepas baginda mula meningkat dewasa, baginda disuruh oleh bapa saudaranya untuk membawa barang dagangan Khadijah binti Khuwailid, seorang peniaga yang kaya dan dihormati. Baginda melaksanakan tugasnya dengan penuh ikhlas dan jujur. Khadijah amat tertarik dengan perwatakan mulia baginda dan keupayaan baginda sebagai seorang pedagang. Lalu dia meluahkan rasa hatinya untuk berkahwin dengan Muhammad yang berusia 25 tahun ketika itu. Wanita bangsawan yang berusia 40 tahun itu sangat gembira apabila Muhammad menerima lamarannya lalu berlangsunglah perkahwinan mereka berdua. Bermulalah lembaran baru dalam hidup Muhammad dan Khadijah sebagai suami isteri.

Penurunan Wahyu Pertama

Pada usia 40 tahun, Muhammad telah menerima wahyu yang pertama dan diangkat sebagai nabi sekelian alam. Ketika itu, baginda berada di Gua Hira’ dan sentiasa merenung dalam kesunyian, memikirkan nasib umat manusia pada zaman itu. Maka datanglah Malaikat Jibril menyapa dan menyuruhnya membaca ayat quran yang pertama diturunkan kepada Muhammad.

“Bacalah dengan nama Tuhanmu Yang menciptakan” (Al-’Alaq, 96: 1)

Rasulullah pulang dengan penuh rasa gementar lalu diselimuti oleh Khadijah yang cuba menenangkan baginda. Apabila semangat baginda mulai pulih, diceritakan kepada Khadijah tentang kejadian yang telah berlaku.

Kemudian baginda mula berdakwah secara sembunyi-sembunyi bermula dengan kaum kerabatnya untuk mengelakkan kecaman yang hebat daripada penduduk Makkah yang menyembah berhala. Khadijah isterinya adalah wanita pertama yang mempercayai kenabian baginda. Manakala Ali bin Abi Talib adalah lelaki pertama yang beriman dengan ajaran baginda.Dakwah yang sedemikian berlangsung selama tiga tahun di kalangan keluarganya sahaja.

Dakwah Secara Terang-terangan

Setelah turunnya wahyu memerintahkan baginda untuk berdakwah secara terang-terangan, maka Rasulullah pun mula menyebarkan ajaran Islam secara lebih meluas.

“Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik.” (Al-Hijr, 15:94)

Namun begitu, penduduk Quraisy menentang keras ajaran yang dibawa oleh baginda. Mereka memusuhi baginda dan para pengikut baginda termasuk Abu Lahab, bapa saudara baginda sendiri. Tidak pula bagi Abu Talib, dia selalu melindungi anak saudaranya itu namun dia sangat risau akan keselamatan Rasulullah memandangkan tentangan yang hebat dari kaum Quraisy itu. Lalu dia bertanya tentang rancangan Rasulullah seterusnya. Lantas jawab Rasulullah yang bermaksud:

“Wahai bapa saudaraku, andai matahari diletakkan diletakkan di tangan kiriku dan bulan di tangan kananku, agar aku menghentikan seruan ini, aku tidak akan menghentikannya sehingga agama Allah ini meluas ke segala penjuru atau aku binasa kerananya”

Baginda menghadapi pelbagai tekanan, dugaan, penderitaan, cemuhan dan ejekan daripada penduduk-penduduk Makkah yang jahil dan keras hati untuk beriman dengan Allah. Bukan Rasulullah sahaja yang menerima tentangan yang sedemikian, malah para sahabatnya juga turut merasai penderitaan tersebut seperti Amar dan Bilal bin Rabah yang menerima siksaan yang berat.

Kewafatan Khadijah dan Abu Talib

Rasulullah amat sedih melihat tingkahlaku manusia ketika itu terutama kaum Quraisy kerana baginda tahu akan akibat yang akan diterima oleh mereka nanti. Kesedihan itu makin bertambah apabila isteri kesayangannya wafat pada tahun sepuluh kenabiaannya. Isteri bagindalah yang tidak pernah jemu membantu menyebarkan Islam dan mengorbankan jiwa serta hartanya untuk Islam. Dia juga tidak jemu menghiburkan Rasulullah di saat baginda dirundung kesedihan.

Pada tahun itu juga bapa saudara baginda Abu Talib yang mengasuhnya sejak kecil juga meninggal dunia. Maka bertambahlah kesedihan yang dirasai oleh Rasulullah kerana kehilangan orang-orang yang amat disayangi oleh baginda.

Penghijrahan Ke Madinah

Tekanan daripada orang-orang kafir terhadap perjuangan Rasulullah semakin hebat selepas pemergian isteri dan bapa saudara baginda. Maka Rasulullah mengambil keputusan untuk berhijrah ke Madinah berikutan ancaman daripada kafir Quraisy untuk membunuh baginda.

Rasulullah disambut dengan meriahnya oleh para penduduk Madinah. Mereka digelar kaum Muhajirin manakala penduduk-penduduk Madinah dipanggil golongan Ansar. Seruan baginda diterima baik oleh kebanyakan para penduduk Madinah dan sebuah negara Islam didirikan di bawah pimpinan Rasulullas s.a.w sendiri.

Negara Islam Madinah

Negara Islam yang baru dibina di Madinah mendapat tentangan daripada kaum Quraisy di Makkah dan gangguan dari penduduk Yahudi serta kaum bukan Islam yang lain. Namun begitu, Nabi Muhammad s.a.w berjaya juga menubuhkan sebuah negara Islam yang mengamalkan sepenuhnya pentadbiran dan perundangan yang berlandaskan syariat Islam. Baginda dilantik sebagai ketua agama, tentera dan negara. Semua rakyat mendapat hak yang saksama. Piagam Madinah yang merupakan sebuah kanun atau perjanjian bertulis telah dibentuk. Piagam ini mengandungi beberapa fasal yang melibatkan hubungan antara semua rakyat termasuk kaum bukan Islam dan merangkumi aspek politik, sosial, agama, ekonomi dan ketenteraan. Kandungan piagam adalah berdasarkan wahyu dan dijadikan dasar undang-undang Madinah.

Islam adalah agama yang mementingkan kedamaian. Namun begitu, aspek pertahanan amat penting bagi melindungi agama, masyarakat dan negara. Rasulullah telah menyertai 27 kali ekspedisi tentera untuk mempertahan dan menegakkan keadilan Islam. Peperangan yang ditempuhi baginda ialah Perang Badar (623 M/2 H), Perang Uhud (624 M/3 H), Perang Khandak (626 M/5 H) dan Perang Tabuk (630 M/9 H). Namun tidak semua peperangan diakhiri dengan kemenangan.

Pada tahun 625 M/ 4 Hijrah, Perjanjian Hudaibiyah telah dimeterai antara penduduk Islam Madinah dan kaum Musyrikin Makkah. Maka dengan itu, negara Islam Madinah telah diiktiraf. Nabi Muhammad s.a.w. juga telah berjaya membuka semula kota Makkah pada 630 M/9 H bersama dengan 10 000 orang para pengikutnya.

Perang terakhir yang disertai oleh Rasulullah ialah Perang Tabuk dan baginda dan pengikutnya berjaya mendapat kemenangan. Pada tahun berikutnya, baginda telah menunaikan haji bersama-sama dengan 100 000 orang pengikutnya. Baginda juga telah menyampaikan amanat baginda yang terakhir pada tahun itu juga. Sabda baginda yang bermaksud:

“Wahai sekalian manusia, ketahuilah bahawa Tuhan kamu Maha Esa dan kamu semua adalah daripada satu keturunan iaitu keturunan Nabi Adam a.s. Semulia-mulia manusia di antara kamu di sisi Allah s.w.t. ialah orang yang paling bertakwa. Aku telah tinggalkan kepada kamu dua perkara dan kamu tidak akan sesat selama-lamanya selagi kamu berpegang teguh dengan dua perkara itu, iaitu kitab al-Quran dan Sunnah Rasulullah.”

Kewafatan Nabi Muhammad s.a.w

Baginda telah wafat pada bulan Jun tahun 632 M/12 Rabiul Awal tahun 11 Hijrah. Baginda wafat setelah selesai melaksanakan tugasnya sebagai rasul dan pemimpin negara. Baginda berjaya membawa manusia ke jalan yang benar dan menjadi seorang pemimpin yang bertanggungjawab, berilmu dan berkebolehan. Rasulullah adalah contoh terbaik bagi semua manusia sepanjang zaman.


Kisah Nabi Muhammad saw.

KUNJUNGI JUGA : http://www.blog17819-17820.blogspot.com/

Maret 30, 2007

Semasa umat manusia dalam kegelapan dan suasana jahiliyyah, lahirlah seorang bayi pada 12 Rabiul Awal tahun Gajah di Makkah. Bayi yang dilahirkan bakal membawa perubahan besar bagi sejarah peradaban manusia. Bapa bayi tersebut bernama Abdullah bin Abdul Mutallib yang telah wafat sebelum baginda dilahirkan iaitu sewaktu baginda 7 bulan dalam kandungan ibu. Ibunya bernama Aminah binti Wahab. Kehadiran bayi itu disambut dengan penuh kasih sayang dan dibawa ke ka’abah, kemudian diberikan nama Muhammad, nama yang belum pernah wujud sebelumnya.



Selepas itu Muhammad disusukan selama beberapa hari oleh Thuwaiba, budak suruhan Abu Lahab sementara menunggu kedatangan wanita dari Banu Sa’ad. Adat menyusukan bayi sudah menjadi kebiasaan bagi bangsawan-bangsawan Arab di Makkah. Akhir tiba juga wanita dari Banu Sa’ad yang bernama Halimah bin Abi-Dhuaib yang pada mulanya tidak mahu menerima baginda kerana Muhammad seorang anak yatim. Namun begitu, Halimah membawa pulang juga Muhammad ke pedalaman dengan harapan Tuhan akan memberkati keluarganya. Sejak diambilnya Muhammad sebagai anak susuan, kambing ternakan dan susu kambing-kambing tersebut semakin bertambah. Baginda telah tinggal selama 2 tahun di Sahara dan sesudah itu Halimah membawa baginda kembali kepada Aminah dan membawa pulang semula ke pedalaman.

Kisah Dua Malaikat dan Pembedahan Dada Muhammad

Pada usia dua tahun, baginda didatangi oleh dua orang malaikat yang muncul sebagai lelaki yang berpakaian putih. Mereka bertanggungjawab untuk membedah Muhammad. Pada ketika itu, Halimah dan suaminya tidak menyedari akan kejadian tersebut. Hanya anak mereka yang sebaya menyaksikan kedatangan kedua malaikat tersebut lalu mengkhabarkan kepada Halimah. Halimah lantas memeriksa keadaan Muhammad, namun tiada kesan yang aneh ditemui.

Muhammad tinggal di pedalaman bersama keluarga Halimah selama lima tahun. Selama itu baginda mendapat kasih sayang, kebebasan jiwa dan penjagaan yang baik daripada Halimah dan keluarganya. Selepas itu baginda dibawa pulang kepada datuknya Abdul Mutallib di Makkah.

Datuk baginda, Abdul Mutallib amat menyayangi baginda. Ketika Aminah membawa anaknya itu ke Madinah untuk bertemu dengan saudara-maranya, mereka ditemani oleh Umm Aiman, budak suruhan perempuan yang ditinggalkan oleh bapa baginda. Baginda ditunjukkan tempat wafatnya Abdullah serta tempat dia dikuburkan.

Sesudah sebulan mereka berada di Madinah, Aminah pun bersiap sedia untuk pulang semula ke Makkah. Dia dan rombongannya kembali ke Makkah menaiki dua ekor unta yang memang dibawa dari Makkah semasa mereka datang dahulu. Namun begitu, ketika mereka sampai di Abwa, ibunya pula jatuh sakit dan akhirnya meninggal dunia lalu dikuburkan di situ juga.
Muhammad dibawa pulang ke Makkah oleh Umm Aiman dengan perasaan yang sangat sedih. Maka jadilah Muhammad sebagai seorang anak yatim piatu. Tinggallah baginda dengan datuk yang dicintainya dan bapa-bapa saudaranya.

“Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungimu. Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung lalu Dia memberikan petunjuk” (Surah Ad-Dhuha, 93: 6-7)

Abdul Mutallib Wafat

Kegembiraannya bersama datuk baginda tidak bertahan lama. Ketika baginda berusia lapan tahun, datuk baginda pula meninggal dunia. Kematian Abdul Mutallib menjadi satu kehilangan besar buat Bani Hashim. Dia mempunyai keteguhan hati, berwibawa, pandangan yang bernas, terhormat dan berpengaruh dikalangan orang Arab. Dia selalu menyediakan makanan dan minuman kepada para tetamu yang berziarah dan membantu penduduk Makkah yang dalam kesusahan.
Muhammad diasuh oleh Abu Talib

Selepas kewafatan datuk baginda, Abu Talib mengambil alih tugas bapanya untuk menjaga anak saudaranya Muhammad. Walaupun Abu Talib kurang mampu berbanding saudaranya yang lain, namun dia mempunyai perasaan yang paling halus dan terhormat di kalangan orang-orang Quraisy.Abu Talib menyayangi Muhammad seperti dia menyayangi anak-anaknya sendiri. Dia juga tertarik dengan budi pekerti Muhammad yang mulia.

Pada suatu hari, ketika mereka berkunjung ke Syam untuk berdagang sewaktu Muhammad berusia 12 tahun, mereka bertemu dengan seorang rahib Kristian yang telah dapat melihat tanda-tanda kenabian pada baginda. Lalu rahib tersebut menasihati Abu Talib supaya tidak pergi jauh ke daerah Syam kerana dikhuatiri orang-orang Yahudi akan menyakiti baginda sekiranya diketahui tanda-tanda tersebut. Abu Talib mengikut nasihat rahib tersebut dan dia tidaak banyak membawa harta dari perjalanan tersebut. Dia pulang segera ke Makkah dan mengasuh anak-anaknya yang ramai. Muhammad juga telah menjadi sebahagian dari keluarganya. Baginda mengikut mereka ke pekan-pekan yang berdekatan dan mendengar sajak-sajak oleh penyair-penyair terkenal dan pidato-pidato oleh penduduk Yahudi yang anti Arab.

Baginda juga diberi tugas sebagai pengembala kambing. Baginda mengembala kambing keluarganya dan kambing penduduk Makkah. Baginda selalu berfikir dan merenung tentang kejadian alam semasa menjalankan tugasnya. Oleh sebab itu baginda jauh dari segala pemikiran manusia nafsu manusia duniawi. Baginda terhindar daripada perbuatan yang sia-sia, sesuai dengan gelaran yang diberikan iaitu “Al-Amin”.

Selepas baginda mula meningkat dewasa, baginda disuruh oleh bapa saudaranya untuk membawa barang dagangan Khadijah binti Khuwailid, seorang peniaga yang kaya dan dihormati. Baginda melaksanakan tugasnya dengan penuh ikhlas dan jujur. Khadijah amat tertarik dengan perwatakan mulia baginda dan keupayaan baginda sebagai seorang pedagang. Lalu dia meluahkan rasa hatinya untuk berkahwin dengan Muhammad yang berusia 25 tahun ketika itu. Wanita bangsawan yang berusia 40 tahun itu sangat gembira apabila Muhammad menerima lamarannya lalu berlangsunglah perkahwinan mereka berdua. Bermulalah lembaran baru dalam hidup Muhammad dan Khadijah sebagai suami isteri.

Penurunan Wahyu Pertama

Pada usia 40 tahun, Muhammad telah menerima wahyu yang pertama dan diangkat sebagai nabi sekelian alam. Ketika itu, baginda berada di Gua Hira’ dan sentiasa merenung dalam kesunyian, memikirkan nasib umat manusia pada zaman itu. Maka datanglah Malaikat Jibril menyapa dan menyuruhnya membaca ayat quran yang pertama diturunkan kepada Muhammad.

“Bacalah dengan nama Tuhanmu Yang menciptakan” (Al-’Alaq, 96: 1)

Rasulullah pulang dengan penuh rasa gementar lalu diselimuti oleh Khadijah yang cuba menenangkan baginda. Apabila semangat baginda mulai pulih, diceritakan kepada Khadijah tentang kejadian yang telah berlaku.

Kemudian baginda mula berdakwah secara sembunyi-sembunyi bermula dengan kaum kerabatnya untuk mengelakkan kecaman yang hebat daripada penduduk Makkah yang menyembah berhala. Khadijah isterinya adalah wanita pertama yang mempercayai kenabian baginda. Manakala Ali bin Abi Talib adalah lelaki pertama yang beriman dengan ajaran baginda.Dakwah yang sedemikian berlangsung selama tiga tahun di kalangan keluarganya sahaja.

Dakwah Secara Terang-terangan

Setelah turunnya wahyu memerintahkan baginda untuk berdakwah secara terang-terangan, maka Rasulullah pun mula menyebarkan ajaran Islam secara lebih meluas.

“Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik.” (Al-Hijr, 15:94)

Namun begitu, penduduk Quraisy menentang keras ajaran yang dibawa oleh baginda. Mereka memusuhi baginda dan para pengikut baginda termasuk Abu Lahab, bapa saudara baginda sendiri. Tidak pula bagi Abu Talib, dia selalu melindungi anak saudaranya itu namun dia sangat risau akan keselamatan Rasulullah memandangkan tentangan yang hebat dari kaum Quraisy itu. Lalu dia bertanya tentang rancangan Rasulullah seterusnya. Lantas jawab Rasulullah yang bermaksud:

“Wahai bapa saudaraku, andai matahari diletakkan diletakkan di tangan kiriku dan bulan di tangan kananku, agar aku menghentikan seruan ini, aku tidak akan menghentikannya sehingga agama Allah ini meluas ke segala penjuru atau aku binasa kerananya”

Baginda menghadapi pelbagai tekanan, dugaan, penderitaan, cemuhan dan ejekan daripada penduduk-penduduk Makkah yang jahil dan keras hati untuk beriman dengan Allah. Bukan Rasulullah sahaja yang menerima tentangan yang sedemikian, malah para sahabatnya juga turut merasai penderitaan tersebut seperti Amar dan Bilal bin Rabah yang menerima siksaan yang berat.

Kewafatan Khadijah dan Abu Talib

Rasulullah amat sedih melihat tingkahlaku manusia ketika itu terutama kaum Quraisy kerana baginda tahu akan akibat yang akan diterima oleh mereka nanti. Kesedihan itu makin bertambah apabila isteri kesayangannya wafat pada tahun sepuluh kenabiaannya. Isteri bagindalah yang tidak pernah jemu membantu menyebarkan Islam dan mengorbankan jiwa serta hartanya untuk Islam. Dia juga tidak jemu menghiburkan Rasulullah di saat baginda dirundung kesedihan.

Pada tahun itu juga bapa saudara baginda Abu Talib yang mengasuhnya sejak kecil juga meninggal dunia. Maka bertambahlah kesedihan yang dirasai oleh Rasulullah kerana kehilangan orang-orang yang amat disayangi oleh baginda.

Penghijrahan Ke Madinah

Tekanan daripada orang-orang kafir terhadap perjuangan Rasulullah semakin hebat selepas pemergian isteri dan bapa saudara baginda. Maka Rasulullah mengambil keputusan untuk berhijrah ke Madinah berikutan ancaman daripada kafir Quraisy untuk membunuh baginda.

Rasulullah disambut dengan meriahnya oleh para penduduk Madinah. Mereka digelar kaum Muhajirin manakala penduduk-penduduk Madinah dipanggil golongan Ansar. Seruan baginda diterima baik oleh kebanyakan para penduduk Madinah dan sebuah negara Islam didirikan di bawah pimpinan Rasulullas s.a.w sendiri.

Negara Islam Madinah

Negara Islam yang baru dibina di Madinah mendapat tentangan daripada kaum Quraisy di Makkah dan gangguan dari penduduk Yahudi serta kaum bukan Islam yang lain. Namun begitu, Nabi Muhammad s.a.w berjaya juga menubuhkan sebuah negara Islam yang mengamalkan sepenuhnya pentadbiran dan perundangan yang berlandaskan syariat Islam. Baginda dilantik sebagai ketua agama, tentera dan negara. Semua rakyat mendapat hak yang saksama. Piagam Madinah yang merupakan sebuah kanun atau perjanjian bertulis telah dibentuk. Piagam ini mengandungi beberapa fasal yang melibatkan hubungan antara semua rakyat termasuk kaum bukan Islam dan merangkumi aspek politik, sosial, agama, ekonomi dan ketenteraan. Kandungan piagam adalah berdasarkan wahyu dan dijadikan dasar undang-undang Madinah.

Islam adalah agama yang mementingkan kedamaian. Namun begitu, aspek pertahanan amat penting bagi melindungi agama, masyarakat dan negara. Rasulullah telah menyertai 27 kali ekspedisi tentera untuk mempertahan dan menegakkan keadilan Islam. Peperangan yang ditempuhi baginda ialah Perang Badar (623 M/2 H), Perang Uhud (624 M/3 H), Perang Khandak (626 M/5 H) dan Perang Tabuk (630 M/9 H). Namun tidak semua peperangan diakhiri dengan kemenangan.

Pada tahun 625 M/ 4 Hijrah, Perjanjian Hudaibiyah telah dimeterai antara penduduk Islam Madinah dan kaum Musyrikin Makkah. Maka dengan itu, negara Islam Madinah telah diiktiraf. Nabi Muhammad s.a.w. juga telah berjaya membuka semula kota Makkah pada 630 M/9 H bersama dengan 10 000 orang para pengikutnya.

Perang terakhir yang disertai oleh Rasulullah ialah Perang Tabuk dan baginda dan pengikutnya berjaya mendapat kemenangan. Pada tahun berikutnya, baginda telah menunaikan haji bersama-sama dengan 100 000 orang pengikutnya. Baginda juga telah menyampaikan amanat baginda yang terakhir pada tahun itu juga. Sabda baginda yang bermaksud:

“Wahai sekalian manusia, ketahuilah bahawa Tuhan kamu Maha Esa dan kamu semua adalah daripada satu keturunan iaitu keturunan Nabi Adam a.s. Semulia-mulia manusia di antara kamu di sisi Allah s.w.t. ialah orang yang paling bertakwa. Aku telah tinggalkan kepada kamu dua perkara dan kamu tidak akan sesat selama-lamanya selagi kamu berpegang teguh dengan dua perkara itu, iaitu kitab al-Quran dan Sunnah Rasulullah.”

Kewafatan Nabi Muhammad s.a.w

Baginda telah wafat pada bulan Jun tahun 632 M/12 Rabiul Awal tahun 11 Hijrah. Baginda wafat setelah selesai melaksanakan tugasnya sebagai rasul dan pemimpin negara. Baginda berjaya membawa manusia ke jalan yang benar dan menjadi seorang pemimpin yang bertanggungjawab, berilmu dan berkebolehan. Rasulullah adalah contoh terbaik bagi semua manusia sepanjang zaman.


TUGAS AGAMA ISLAM